Indeks masa tubuh merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur status gizi orang dewasa. Walaupun demikian, apakah rumus ini juga dapat digunakan untuk semua kondisi fisik seperti orang yang aktif berolahraga, atlet, remaja dan ibu hamil? Mari kita simak penjelasan berikut.

Di balik kelebihan yang telah dijelaskan pada artikel tentang IMT, ternyata rumus IMT memiliki beberapa kekurangan, yaitu tidak mengukur lemak tubuh secara langsung dan tidak berlaku untuk anak-anak pada masa pertumbuhan/remaja, ibu hamil, dan atlet atau orang yang aktif berolahraga walaupun usianya sudah di atas 18 tahun.

IMT

Pengukuran IMT pada olahragawan pada umumnya akan menghasilkan rasio yang tinggi, sehingga ketika dikategorikan, akan merujuk pada overweight bahkan obesitas. Hal tersebut dikarenakan olahragawan memiliki jumlah otot yang lebih banyak. Dengan demikian, berat badan yang akan terbaca pada timbangan akan lebih tinggi dan menghasilkan rasio yang besar (>24,99 kg/m2) dan akan dikategorikan menjadi overweight hingga obesitas.

 

Hubungan BMI dengan jarak lari

Fakta menarik

Terdapat suatu penelitian yang menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai IMT seorang pelari, semakin pendek jarak lari yang ditempuh. Pelari dengan BMI normal cenderung dapat menempuh jarak yang lebih panjang dibandingkan dengan pelari yang memiliki IMT tinggi karena cenderung memiliki massa tubuh yang lebih berat, baik itu otot maupun lemak. Dengan demikian energi yang diperlukan juga lebih besar. Pada akhirnya pelari dengan IMT tinggi akan lebih mudah merasa lelah. Itulah kenapa pelari jarak jauh rata-rata memiliki IMT rendah.

Ibu Hamil

Rumus IMT juga tidak berlaku pada ibu hamil. Berat badan pada ibu hamil akan mengalami peningkat dibandingkan sebelumnya sehingga apabila dilakukan pengukuran status gizi menggunakan rumus IMT hasilnya akan cenderung melebihi normal (overweight-obese). Peningkatan berat badan ini bukan semata-mata status gizi ibu yang lebih, melainkan di dalam perut ibu juga terdapat janin yang turus tubuh dan berkembang hingga proses persalinan. Ibu akan mengonsumsi lebih banyak makanan untuk mencukupi kebutuhan sang bayi.

Hal yang sama dengan atlet dan ibu hamil juga terjadi pada remaja, karena status gizi tidak dapat digambarkan dengan menghitung IMT saja. Tolak ukur IMT yang digunakan pada remaja tidaklah sama dengan dewasa, walaupun cara menghitungnya sama. IMT pada remaja perlu dibedakan berdasarkan umur dan jenis kelamin. Hal ini dikarenakan pada anak perempuan dan laki-laki memiliki jumlah perubahan lemak tubuh yang berbeda-beda setiap golongan umur, sehingga membutuhkan perhitungan tersendiri untuk mengetahui status gizinya.

 

Kesimpulan

Penilaian status gizi menggunakan IMT pada olahragawan, ibu hamil, dan remaja belum cukup untuk menggambarkan status gizi mereka. Perlu ditunjang dengan pengukuran antropometri lainnya (massa lemak, massa otot, total body water, dan lain-lain), pengecekan klinis, dan bahkan hinga pengecekan biokimia.

 

Kontributor : Jansen Ongko